Sabtu, 30 Desember 2017

Faraidh atau Mawaris



FARAIDH ATAU MAWARIS

Laporan Mata Kuliah Agama Islam
Ilmu faraid (ilmu mawaris) yaitu ilmu yang membahas pembagian harta pusaka atau ilmu yang menerangkan  perkara pusaka. Pusaka dalam bahasa Arab disebut attirkah, peninggalan orang yang telah mati, yakni harta benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang yang mati untuk dibagikan kepada yang berhak menerimanya.
Pusaka wajib dibagi menurut semestinya sesuai dengan hukum yang telah ditentukan dalam al-Qur’an. Adapun setelah diterima kemudian diberikan kepada saudaranya yang dianggap lemah ekonominya dalam lingkungan keluarganya itu terserah. Namun, harta benda itu wajib dibagi menurut semestinya, sesuai dengan hukum yang telah ditentukan dalam al-Qur’an.
Tujuan ilmu faraid (ilmu mawaris) ialah untuk menyelamatkan harta benda si mati agar terhindar dari pengambilan harta orang-orang yang berhak menerimanya dan agar jangan ada orang-orang yang makan harta hak milik orang lain, dan hak milik anak yatim dengan jalan yang tidak halal. Inilah yang dimaksud Allah swt. dalam firman-Nya :

وَلا تَأكُلوْا امْوَالكُمْ بَيْنَكُمْ بِالبَاطِل

Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil.” (Al-Baqarah [2] : 188)

Dalam kewarisan Islam, sebab-sebab adanya hak kewarisan ada tiga, yaitu; hubungan kekerabatan, hubungan perkawinan dan hubungan karena sebab al-wala’.
1. Hubungan Kekerabatan.
Dasar hukum kekerabatan sebagai ketentuan adanya hak kewarisan adalah firman Allah :
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. (Q.S. An-Nisa’ : 7). Demikian pula dalam surat al-Anfal ayat 75 : …Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) didalam kitab Allah. (Q.S. Al-Anfal : 75).
2. Hubungan Perkawinan.
Hubungan perkawinan yang menyebabkan terjadinya saling mewarisi adalah perkawinan yang sah, yaitu perkawinan yang syarat dan rukunnya terpenuhi. Dalam hal ini, terpenuhinya rukun dan syarat secara agama. Tentang syarat administrative masih terdapat perbedaan pendapat. Hukum perkawinan di Indonesia, memberikan kelonggaran dalam hal ini. Yang menjadi ukuran sah atau tidaknya perkawinan bukan secara administrasi (hukum positif, Pen.) tetapi ketentuan agama.
3. Hubungan Karena sebab Al-Wala’
Wala’ dalam pengertian syariat adalah ;
1. Kekerabatan menurut hukum yang timbul karena membebaskan (memberi hak emansipasi) budak.
2. Kekerabatan menurut hukum yang timbul karena adanya perjanjian tolong menolong dan sumpah setia antara seseorang dengan seseorang yang lain.
Adapun syarat-syarat terjadinya pembagian harta warisan dalam Islam adalah :
1. Matinya muwaris.
Kematian muwaris dibedakan kepada tiga macam yaitu :
a. Mati haqiqy.
Mati haqiqy, ialah kematian seseorang yang dapat disaksikan oleh panca indra dan dapat dibuktikan dengan alat pembuktian.
b. Mati hukmy.
Mati hukmy, ialah suatu kematian disebabkan adanya vonis hakim. Misalnya orang yang tidak diketahui kabar beritanya, tidak diketahui domisilinya, maka terhadap orang yang sedemikian hakim dapat memvonis telah mati. Dalam hal ini harus terlebih dahulu mengupayakan pencarian informasi keberadaannya secara maksimal.
c. Mati taqdiry (menurut dugaan).
Mati taqdiry, yaitu orang yang dinyatakan mati berdasarkan dugaan yang kuat. Semisal orang yang tenggelam dalam sungai dan tidak diketem,ukan jasadnya, maka orang tersebut berdasarkan dugaan kuat dinyatakan telah mati. Contoh lain, orang yang pergi kemedan peperangan, yang secara lahiriyah mengancam jiwanya. Setelah sekian tahun tidak diketahui kabar beritanya, maka dapat melahirkan dugaan kuat bahwa ia telah meninggal.

2. Hidupnya waris.
Dalam hal ini, para ahli waris yang benar-benar hiduplah disaat kematian muwaris, berhak mendapatkan harta peninggalan. Berkaiatan dengan bayi yang masih berada dalam kandungan akan dibahas secara khusus.

3. Tidak adanya penghalang-penghalang mewarisi.
Tidak ada penghalang kewariosan, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hal-hal yang menjad penghalang kewarisan.
· Rukun Pewarisan
I. Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia, dan ahli warisnya berhak untuk mewarisi harta peninggalannya.
II. Ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan pernikahan, atau lainnya.
III. Harta warisan, yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah, dan sebagainya.
· Wasiat
Makna wasiat (وَصِيَّةٌ) menurut istilah syar’i ialah, pemberian kepemilikan yang dilakukan seseorang untuk orang lain, sehingga ia berhak memilikinya ketika si pemberi meninggal dunia.

Dari definisi ini jelaslah perbedaan antara hibah (dan yang semakna dengannya) dengan wasiat. Orang yang mendapatkan hibah, dia langsung berhak memiliki pemberian tersebut pada saat itu juga, sedangkan orang yang mendapatkan wasiat, ia tidak akan bisa memiliki pemberian tersebut sampai si pemberi wasiat meninggal dunia terlebih dahulu.
· Hibah
Berkenaan dengan definisi hibah (هِبَةٌ), As Sayid Sabiq berkata di dalam kitabnya : “(Definisi) hibah menurut istilah syar’i ialah, sebuah akad yang tujuannya penyerahan seseorang atas hak miliknya kepada orang lain semasa hidupnya tanpa imbalan apapun ”. Beliau berkata pula: “Dan hibah bisa juga diartikan pemberian atau sumbangan sebagai bentuk penghormatan untuk orang lain, baik berupa harta atau lainnya”.
Syaikh Al Fauzan berkata: “Hibah adalah pemberian (sumbangan) dari orang yang mampu melakukannya pada masa hidupnya untuk orang lain berupa harta yang diketahui (jelas)”.
Mempelajari ilmu faraid (ilmu mawaris) hukumnya fardhu kifayah, artinya kalau dalam segolongan umat sudah ada orang yang mengerti dan memahami ilmu faraid (ilmu mawaris), yang lain tidak lagi diwajibkan mempelajarinya. Sedangkan apabila dalam segolongan umat sama sekali tidak ada yang mengerti ilmu faraid (ilmu mawaris), maka segolongan umat itu berdosa.

Mengapa hukum waris Islam merupakan segi hukum yang sangat penting, sehingga digolongkan fardhu kifayah. Dalam kaitan ini Rasulullah saw. bersabda :

تَعَلَّمُوْاالْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوْهَافَاِنَّهَانِصْفُ الْعِلْمِ وَهُوَيُنْسى وَهُوَ اَوَّلُ شَيْءٍ يُنْزَعُ مِنْ اُمَّتِى

Artinya : “Pelajarilah faraid dan ajarkan dia karena ia seperdua ilmu dan ia akan dilupakan dan dialah yang pertama akan dicabut dari umatku.” (Riwayat Ibnu Majah dan Daruqutni)

Peringatan Rasulullah saw. ini betul-betul nyata sekarang. Banyak ulama yang mengerti berbagai ilmu, tetapi dalam ilmu faraid (ilmu mawaris) makin lama makin dilupakan orang



Tidak ada komentar:

Posting Komentar